Punan
adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Dayak Punan juga tersebar di
Sabah dan Serawak, Malaysia Timur yang menjadi bagian dari Pulau
Kalimantan.
Populasinya paling banyak
ditemukan di Kalimantan Timur diperkirakan berjumlah 8.956 jiwa suku
Punan yang tersebar pada 77 lokasi pemukiman.
Punan sendiri
memiliki 14 sub rumpun diantaranya Punan Hovongan, Punan Uheng Kereho
dan Punan Kelay. Dihitung dari populasi keberadaan Dayak Punan ini kian
tahun kian menurun bahkan cendrung punah.
Tetapi walau
demikian mereka tetap saja tak pula berubah dengan pola adat istiadad
dari leluhur mereka yang dipercayai.
Asal Usul Suku Dayak Punan
Dalam riwayat atau
cerita, leluhur mereka ini asal-usulnya datang dari negeri yang bernama
“Yunan “ sebuah daerah dari daratan Cina.
Mereka berasal dari keluarga salah satu
kerajaan Cina yang kalah berperang yang kemudian lari bersama
perahu-perahu, sehingga sampai ke tanah Pulau Kalimantan. Karena merasa
aman, mereka lalu menetap di daratan tersebut.
Suku Primitif
Dari keseluruhan
Suku Dayak, orang Punan inilah yang paling terbelakang baik budaya
maupun kehidupan mereka. Secara umum mereka ini agak primitif dengan
tinggal di goa-goa, anak-anak sungai dan lain sebagainya.
Mereka juga tak
mengenal pakaian bagus dan kemajuan zaman. Lebih aneh lagi dari
kehidupan masyarakat Punan ini adalah secara umum mereka merasa takut
dan alergi terhadap Sabun. Entah apa sebabnya tak ada yang mengetahui
secara pasti.
Keadaan
hidup primitif ini membawa mereka selalu berpindah pindah dari satu
tempat ke tempat lainnya dan terus menghindar dari kelompok manusia
lain. Dalam kepercayaan mereka para leluhur lah yang menghendaki
demikian.
Ada banyak tanda
yang diberikan semisal ada diantara mereka yang meninggal. Setelah
dikubur, serentak mereka berpindah menuju daerah lain.
Mereka sangat
percaya kalau roh yang meninggal akan bergentayangan membuat mereka tak
akan merasa tenteram. Warga Punan ini disebut juga warga pengembara dan
hidup dalam satu kelompok tanpa berpisah-pisah.
Mereka juga
senang dengan makanan yang masih mentah seperti sayur-sayuran hutan yang
berasal dari pohon nibung atau banding (teras dala). Begitu pula dengan
daun pakis, atau labu hutan yang memang tersedia banyak di hutan.
Soal beras tak
terlalu perlu bagi mereka. Makanan utama mereka adalah umbi dan
umbut-umbutan hutan, ditambah dengan daging buruan yang mereka temukan.
Untuk daging ini
pun jarang mereka masak. Jika ada binatang buruan yang didapat mereka
lebih suka menjemur daging-daging tersebut di matahari panas sehingga
menjadi daging asin atau dendeng.
Info Lainnya, Aneh2unik.blogspot.com :
Memiliki
Kesaktian
Punan dipercaya sebagai orang gaib,
manusia perkasa di hutan rimba. Mereka bisa menghilangkan diri hanya
dengan berlindung di balik sehelai daun. Jejaknya sulit diikuti. Mereka
berjalan miring dan sangat cepat. Tubuh mereka ringan karena tidak makan
garam.
Orang Punan sangat
ditakuti oleh suku lainnya karena merupakan suku yang berani dan berilmu
tinggi. Mereka memiliki kelebihan insting dalam berburu dengan
kecepatan luar biasa.
Selain kecepatan,
suku Punan juga dianugerahi kekuatan fisik yang luar biasa, seorang
perempuan saja bahkan dapat mengangkat motor perahu berkekuatan 40 PK
dengan mudahnya. Padahal biasanya dibutuhkan dua orang pria untuk
mengangkat benda berat tersebut.
Mungkin kekuatan
tubuh yang di atas rata-rata mereka dapatkan dari tempaan alam.
Orang-orang Punan ini juga memiliki kelebihan dengan penciuman mereka.
Mereka tahu ada sesuatu melalui arah bertiupnya angin.
Hebatnya mereka
bisa membedakan bau manusia, dan binatang-binatang dengan jarak yang
cukup jauh. Walaupun dalam kondisi apapun mereka tahu kalau bau binatang
atau manusia yang tercium membahayakan mereka.
Hebat Dalam
Berperang
Konon, orang
Punan jaman dahulu sangat ditakuti oleh suku Dayak lainnya karena mampu
berperang dengan baik. Sebagai “pemburu kepala” atau “ngayau” (dalam
bahasa Inggris diistilahkan head hunter).
Termasuk dalam kategori suku kanibal
karena mempunyai kebiasaan memenggal, memakan hati dan isi perut
lawannya adalah hal yang lumrah mereka lakukan.
Mereka juga punya
kebiasaan memakan bagian punggung kanan musuhnya yang tewas dalam
perang karena bagian tubuh itulah yang diyakini paling enak dimakan.
Dalam keseharian
mereka selalu waspada dan siap berkelahi dengan siapapun, termasuk
binatang-binatang ganas di dalam hutan. Tradisi siap tempur ini diwarisi
semenjak nenek moyang mereka sebagaimana diceritakan di atas tadi.
Mereka memiliki
ilmu bela diri yang sangat tangguh dan berbeda dengan ilmu bela diri
secara umum yang ada di masyarakat. Mungkin ilmu bela diri yang mereka
miliki adalah ilmu yang mereka bawa dari daratan Cina, asal-usul leluhur
mereka.
Tertutup Dengan Dunia Luar
Suku yang satu ini sulit berkomunikasi
dengan masyarakat umum. Kebanyakan mereka tinggal di hutan-hutan lebat,
di dalam goa-goa batu dan pegunungan yang sulit dijangkau.
Sebenarnya hal
tersebut bukanlah kesalahan mereka. Namun karena budaya pantangan
leluhur yang tak berani mereka langgar terjadilah keadaan demikian.
Mungkin akibat
trauma peperangan, mereka takut bertemu dengan kelompok masyarakat
manapun. Mereka kuatir pembantaian dan peperangan terulang kembali
sehingga mereka bisa habis atau punah tak bersisa.
Karena itulah
oleh para leluhur mereka memberlakukan pelarangan dan pantangan bertemu
dengan orang yang bukan dari kalangan mereka.
Aktivitas Seks
Bagi Punan yang tinggal di dalam goa-goa,
kebanyakan tak mengenal suami atau isteri. Secara umum jika mereka mau
bergaul tergantung dari kesepakatan atau suka sama suka.
Dalam keseharian
jika ada di antara wanita dan pria yang saling suka, mereka melakukan
hubungan intim di dalam hutan. Jadi bagi mereka tak ada istilah cemburu
atau rasa memiliki sendiri.
Jika ada yang
hamil kemudian melahirkan, maka anak tersebut adalah anak bersama
mereka. Di mana mereka saling sayang menyayangi dan saling merawat satu
dan lainnya.
Begitu juga
dengan tradisi melahirkan, jika ada yang hamil tua dan mau melahirkan
wanita tersebut dibawa ke dalam hutan atau tepi sungai untuk melahirkan
bayinya.
Info lainnya, Aneh2unik.blogspot.com :
Aktivitas
Ekonomi
Kehidupan dan kerja mereka sehari-hari
berdasarkan limpahan kasih dari alam. Memang mereka bisa juga
berhubungan dagang dengan masyarakat umum, tetapi tidak ditukar dengan
uang namun dilakukan secara barter (pertukaran).
Yang dibawa mereka adalah seperti rotan,
damar, kayu gaharu, sarang wallet. Yang dibarter dengan gula, tembakau
atau rokok. Dan ada pula kain-kainan.
Cara penukaran
barangpun tidak langsung bertemu dengan orangnya, melainkan
barang-barang yang dibawa diletakkan di suatu tempat yang tersedia.
Setelah barang mereka diambil dan di barter dengan barang yang
dibutuhkan mereka.
Setelah yakin
pengantar barang sudah tidak ada, maka barulah mereka mengambil barang
yang menjadi milik mereka.
Kehidupan
Modern Suku Punan
Dayak Berusu, adalah salah satu anak suku
Dayak Punan. Tetapi Dayak yang satu ini sudah mengenal kehidupan modern.
Keberadaan mereka
banyak di daerah pesisir, yaitu di daerah Sekatak Kabupaten Bulungan,
mendiami sekitar 13 desa. Kehidupan mereka sangat berbeda dengan mereka
yang masih primitif.
Mereka dalam keseharian
senang melakukan pesta memakan daging buruan serta meminum minuman keras
buatan mereka sendiri, yang terdiri dari bahan beras ketan dan
tetumbuhan.
Acara minum dan
pesta tersebut mereka lakukan pada waktu panen terlebih jika ada yang
meninggal dunia.
Namun kebebasan
bergaul sesama mereka tetap saja tak berubah. Di samping itu mereka juga
tak pernah menerima masyarakat lain ke dalam kehidupan keluarga mereka.
Walaupun masyarakat lain tersebut adalah orang orang dari Suku Dayak
pula.
Sumber : http://aneh2unik.blogspot.com/
If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: