Senin, 28 Mei 2012

Tentang Film Kantata Takwa

Diposting oleh Unknown at 22.54
Film yang sudah lama didengar tapi belum pernah terlihat khalayak. Sekarang penampakannya semakin terang, dan semoga dalam waktu dekat kita semua bisa menikmati dan memahami ada apa dibalik film yang peluncurannya tarik ulur tidak jelas.

Dibawah ini sedikit informasi tentang ‘keberadaan’ film Kantata Takwa yang dapat saya bagi untuk semuanya.
Catatan:
Kantata Takwa adalah nama sebuah grup musik. Anggotanya adalah Setiawan Djody, WS Rendra, Iwan Fals, Yockie Suryoprayogo dan Sawung Jabo. Album Kantata Takwa beredar pada tahun 1990. Konsep musiknya begitu megah dan berkualitas tinggi dengan Iwan Fals sebagai vokalis utama dan WS Rendra yang mendominasi penulisan lirik. Sebuah perpaduan yang bisa dibilang sempurna antara para musisi handal negeri ini. Lirik lirik dalam album perdana ini mengusung tema kritis. Kantata Takwa masih dianggap sebagai grup musik papan atas Indonesia. Meskipun sekarang sudah bubar, kehadirannya semakin memperkaya warna musik Indonesia. (sb)

Penjelasan yang diberikan Yockie Suryoprayogo kepada saya melalui PM beberapa waktu yang lalu.

jsops wrote on Apr 2

Film Kantata memang sebagian ada yang sdh rusak (lengket dan berjamur karena tempat penyimpanannya lembab dan bocor kena hujan). Tetapi berkat kemajuan tehnologi maka sebagian besar gambar film tersebut melalui proses digitalisasi di Sydney berhasil diselamatkan.

Selanjutnya setelah melalui editing kembali olah mas Slamet Rahardjo / Gotot Prakosa dan Jojo, maka film semi dokumentar tersebut sudah layak untuk dihadirkan ditengah masyarakat.

Rencananya April 2008 ini film tersebut terlibat dalam festival film di Singapura dan akan diteruskan di Sydney. Menurut kabar yg saya dengar, film tersebut juga menarik perhatian kalangan sineas di Amerika bahkan mereka juga meminta agar film tersebut turut dalam beberapa event disana (saya belum jelas event nya apa)
Saya sendiri sudah memiliki copynya untuk tambahkan beberapa ilustrasi musik yang diperlukan.

Salam
Yockie S Prayogo
Jumpa pers saat konser "Kesaksian" tahun 2003 di Jakarta
(kiri-kanan) Yockie Suryoprayogo, WS Rendra, Setiawan Djodi, Iwan Fals dan Sawung Jabo
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pemutaran Perdana Film Kantata Takwa di Singapura
April 10, 2008
Setelah 18 tahun, Film Kantata Takwa karya Gotot Prakosa akhirnya dirilis. Film kontroversial tersebut diputar perdana di Festival Film Internasional Singapura ke-21. Apa yang membuatnya controversial? Dan mengapa pula butuh waktu lama untuk dirilis? Mozaik kali ini mengulasnya bersama saya Vina Mubtadi.
Kalau anda mengira film Kantata Takwa bercerita mengenai perjalanan karir kelompok musik legendaris Kantata Takwa, maka anda salah. Karena film ini, lebih dari itu. Film Kantata Takwa, menurut salah satu sutradaranya, Gotot Prakosa, adalah Puisi. Puisi yang divisualisasikan. 
Adalah puisi berisi kritikan-kritikan pedas terhadap rezim orde baru yang dituangkan dalam bentuk teaterikal dan musical, yang dikemas menjadi sebuah film berdurasi 95 menit. 
Gotot Prakosa, salah satu sutradaranya, menjelaskan lebih lanjut mengenai latar belakang film ini: 
“Sebetulnya film ini disyut tahun 1990 mulainya. Ini sudah 18 tahun. Sutradaranya sebenarnya hanya dua orang, saya dan Eros Djarot saja. Sementara Slamet sebagai supervisor karena saat itu fungsinya lebih ke supervisi. Film ini menggambarkan masa orde baru, jadi latar belakangnya tentang bagaimana penculikan manusia-manusia kreatif di Indonesia, dihilangkan dengan istilah penembakan misterius (Petrus), kemudian juga kasus-kasus banyak di Sumatera, Jawa Timur, juga di sekitar Jawa ada banyak pembunuhan dan penculikan, tokoh-tokoh kreatif yang hilang. Kemudian juga banyak ide-ide kreatif yang dibungkam waktu itu karena masa rezim orde baru. Kemudian kita para seniman dan pembuat film berkumpul awal 90-an, ada sastrawan seperti WS Rendra, musisi Sawung Jabo, Iwan Fals, Jockie Suryoprayogo, dan musisi sekaligus industrialis Setiawan Djodi, yang punya dana besar. Kita sudah shoot kira-kira sampai 1994, karena itu kan semacam pertunjukkan-pertunjukkan dan rekonstruksi dari kejadian-kejadian yang menakutkan pada masa itu, kemudian kita rekonstruksi dengan cara yang menurut kita sesuai pada masa itu.”
Ya, tentu masih ingat dalam ingatan, bagaimana orang-orang yang mengkritik pemerintah orde baru, hidupnya berakhir tragis dalam penjara, bahkan mungkin tanpa melewati proses pengadilan yang adil. Hal tersebut dituangkan dalam film Kantata Takwa lewat rekonstruksi yang teaterikal. Saat bercerita mengenai sebuah proses pengadilan misalnya, Gotot menggambarkan sang hakim mengenakan topeng dengan berbagai wajah. Sementara si terdakwa, yang diperankan oleh WS Rendra, duduk di dalam sebuah sangkar raksasa. Rendra berkata “Saya akan diam. Namun kreatifitas tidak bisa dibungkam.”
Digunakannya rekonstruksi secara teaterikal bukannya tanpa alasan. Kembali, Sutradara Gotot prakosa menjelaskan:
“Kita tidak berani menampilkan umpamanya tentang tentara, karena saat itu masih gawat. Saat itupun film kita tidak boleh dirilis karena mengkritik jaman itu pasti kita dihilangkan juga. Karena itu kita buat tentara itu dengan symbol-simbol seperti orang dengan masker. Kita simbolisasikan semuanya secara puitis, karena kebetulan pada masa itukan WS Rendra juga sering dicekal dan masuk penjara juga. Kemudian Dia membuat pertunjukkan yang membuatnya masuk penjara selama beberapa tahun. Nah setelah keluar itu kita bikin acara ini Kantata Takwa. Bentuknya Pertunjukkan musik tapi sebetulnya ada teaternya, puisinya, tari, dan sebagainya.”
18 tahun. Itulah waktu yang dibutuhkan mulai dari proses shooting hingga akhirnya film Kantata Takwa bisa disaksikan publik. Maklum, mengingat film ini berisi kritikan dan sindiran terhadap pemerintah saat itu, terkendala banyak hal. Selain sempat dilarang peredarannya oleh pemerintah, film ini juga terkendala hal-hal lainnya.
Salah satu sutradara Kantata Takwa, Gotot Prakosa menceritakan apa yang dialaminya:
“Dan semenjak itu film itu di-banned, berkali-kali dapat pesan jangan dirilis dulu, akhirnya film itu masuk gudang lama sekali, sampai krhsis muncul, semakin sulit lah kita mencari dana untuk menyelesaikan film itu. Walaupun ada Setiawan Djodi yang seorang industrialis, tapi ternyata dia tidak terlalu care terhadap film itu. Jadi akhirnya kita selesaikan tahun kemarin, saya berpikir ketika mau membuat film baru lagi, dana ngga ada, jadi saya putuskan saya rilis dengan digital. Saya harapkan rilis di Singapura ini akan menjadi tonggak, baru rilis di Indonesia.” 
Ngomong-ngomong, dengan dirilisnya film Kantata Takwa, apakah artinya anda tidak khawatir film ini akan di-banned oleh pemerintah Indonesia saat ini?
Gotot Prakosa…
“Saya kira di Indonesia jaman sekarang jaman reformasi sudah lebih terbuka. Banyak film yang lebih sadis dibanding film saya. Karena film-film yang lebih sadis itu mungkin film-film takhyul, hantu-hantu lebih violence dibanding film saya. Film saya lebih semacam puisi visual.” 
Dan setelah melalui berbagai cobaan, akhirnya film Kantata Takwa diputar perdana di hadapan public di Museum Nasional Singapura, tepatnya di ajang Festival Film Internasional Singapura ke-21. Film ini juga menjadi salah satu dari 12 film yang dikompetisikan dalam festival dan memperebutkan Silver Screen Award. Lalu kesan apa yang didapat oleh penonton usai menyaksikan film ini?

Arvi Alibi, seorang warga Indonesia yang menonton filmnya di Singapura, berbagi pandangannya:
“Filmnya menurut saya mungkin sedikit terlalu tinggi karena saya bukan orang yang terlalu abstrak. Cuma mungkin kalau dilihat dari segi seniman, itu memang tujuannya untuk orang-orang yang memang bekerja di bidang seni jadi pendekatannya berbeda.” 
Ya, memang film ini sangat idealis dan jauh dari kesan komersial. Tidak ada jalan cerita. Dialog-dialognya dituturkan lewat puisi, teater, dan lagu. 
Usai dari Singapura, rencananya, film Kantata Takwa juga akan diputar di hadapan publik Indonesia. Kapan tepatnya? Gotot Prakosa menjelaskan: 
“Saya kira, setelah 10 hari dari Singapura, saya merencanakan sama teman-teman roadshow ke daerah-daerah. Tempat-tempat dimana, misalnya Jawa Timur itu ada tempat-tempat dimana banyak orang dihilangkan waktu itu. Mungkin itu bukan membuat trauma baru tapi membuat semacam reminding bahwa sesuatu itu sudah lama terjadi dan menjadi sejarah saja. Seperti halnya film ini sudah menjadi legenda dimana-mana bahwa film ini dibuat oleh sineas Indonesia yang terkatung-katung sampai akhirnya baru 18 tahun kemudian dirilis.” 
Saudara, film Kantata Takwa berbeda dari film-film yang banyak menghiasi sinema Indonesia saat ini. Kalau anda penasaran, silahkan nantikan filmnya dan biarkan karya seni tersebut bercerita untuk anda. Sekian Mozaik yang memotret seni dan budaya yang ditampilkan di Singapura, persembahan Radio Singapura Internasional siaranIndonesia. Saya Vina Mubtadi.


If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 komentar:

Have any question? Feel Free To Post Below:

 

Popular Posts

Recent Comments

© 2011. All Rights Reserved | Orang Indonesia | Template by Blogger Widgets

Home | About | Top