INDONESIA MERDEKA
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi hari bertempat dimuka rumah
dijalan Pegangsaan Timur no.56 telah diadakan upacara PROKLAMASI
KEMERDEKAAN INDONESIA. Dalam peristiwa ini Ir Sukarno dihadapan rakyat
Jakarta Raya membacakan teks Proklamasi yang berbunyi : Kami bangsa
Indonesia dengan ini menyatakan KEMERDEKAAN INDONESIA, hal-hal yang
mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara
saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Peristiwa ini dapat
berlangsung berdasarkan musyawarah para pemuka rakyat dari seluruh
Indonesia menjelang pagi hari dirumah Laksama Maeda jalan Imam Bonjol
no.1[1] Jakarta, yang berpendapat bahwa telah tiba
saatnya untuk menyatakan kemerdekaan itu. Mengingat lembaga dimana para
pemuka rakyat Indonesia ini bergabung pada zaman Jepang bernama PANITIA
PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (disingkat PPKI) maka dapat dikatakan
lembaga inilah yang kemudian bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan
tindak lanjut amanat PROKLAMASI. Pada tanggal 18 Agustus 1945 bertempat
digedung BP7 sekarang[2], Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
mengambil keputusan, mensahkan dan menetapkan UUD dasar negara Republik
Indonesia. Isi UUD ini yang utama adalah membentuk Pemerintahan Negara
Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan
ditangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu PPKI melaksanakan
pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang dalam hal ini secara aklamasi
disetujui Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai wakil
Presiden. Selain itu ditetapkan pula bahwa untuk sementara waktu
Presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional (KNI). Pada tanggal 19
Agustus 1945 PPKI menetapkan adanya 12 Kementerian dalam Pemerintahan
NKRI dan pembagian daerah menjadi 8 Propinsi yang dikepalai seorang
Gubernur. Setiap Propinsi dibagi dalam Kresidenan yang dikepalai oleh
seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional
daerah. PPKI berhubung dengan semangat baru dalam alam kemerdekaan,
secara singkat kemudian disebut PANTIA KEMERDEKAAN (PK) [3]. Dalam sidangnya tanggal 22 Agustus 1945 PK
membentuk Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan
Keamanan Rakyat. Anggota KNI pusat (KNIP) dilantik pada tanggal 29
Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno.bertempat digedung Kebudayaan
(sebelumnya bernama gedung Komidi sekarang gedung Kesenian). Dalam
sidang KNIP malam hari telah terpilih Mr Kasman Singodimedjo sebagai
ketua, Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I, Mr.J.Latuharhary
sebagai wakil ketua II dan Adam Malik sebagai wakil ketua III. Pada
tanggal 31 Agustus 1945, atas perintah Presiden dikeluarkan maklumat
Pemerintah yang berisi, berhubung dengan pentingnya kedudukan dan arti
KNI untuk memusatkan segala tindakan dan susunan persatuan rakyat maka
gerakan dan persiapan PNI untuk sementara waktu ditunda dan aktivitasnya
harus dicurahkan kedalam KNI. Kabinet pertama (Presidensiel) baru
terbentuk pada tanggal 5 September 1945 dimana Bung Karno bertindak
selaku perdana menteri dan sejumlah pemuka ditunjuk sebagai menteri
dalam 12 Kementerian yang disebut diatas. Pemerintahan ini juga memiliki
4 orang menteri negara dan 4 pimpinan lembaga lainnnya yaitu, Ketua
Mahkamah Agung, Jakasa Agung, Sekretaris Negara dan Juru bicara negara.
IBUKOTA JAKARTA
Daerah Jakarta Raya
dizaman Jepang berbentuk daerah khusus kota besar (Tokobetsu) dan
Soewiryo menjabat wakil walikota. Pada saat kemerdekaan tahun 1945
Soewirjo mengambil alih jabatan walikota tersebut kemudian menunjuk Mr
Wilopo sebagai wakilnya. Meskipun Pak Wirjo begelar Walikota namun dia
lebih dikenal sebagai Bapak Rakyat Jakarta. Sebagai orang yang
berkecimpung lama dalam Pemerintahan Kota aktifitas beliau amat khusus.
Kantornya dibalai kota jalan Merdeka selatan Jakarta sekarang. Saat
Proklamasi 17 Agustus 1945 dipegangsaan timur 56, Pak Wiryo bertindak
selaku ketua panitia mempersiapkan dan menyelenggarakan acara tersebut.
Ketua KNI Jakarta Raya adalah Mr Mohammad Roem. Pengurus pusat Komite
Nasional dan cabang kota Jakarta serta pengurus besar PNI berkantor
dibekas gedung Jawa Hokokai (sekarang gedung Mahkaman Agung disamping
Departemen Keuangan lapangan Banteng Jakarta). Gedung milik RI inipun
dipergunakan sebagai tempat rapat-rapat kabinet yang pertama. Setelah 17
Agustus 1945, berita Proklamasi dari Jakarta segera menyebar kseluruh
tanah air melalui media elektronik (saat itu radio dan kontak-kontak
telegrafis) dan cetak maupun dari mulut kemulut. Dengan sendirinya
timbullah reaksi spontan yang amat bergelora. Akibatnya selama bulan
Agustus dan September 1945 telah diadakan berbagai kegiatan massa
seperti rapat-rapat regional wilayah maupun rapat-rapat lokal ditingkat
kecamatan-kelurahan atau pada tempat-tempat berkumpul lainnya. Rapat
wilayah kota Jakarta yang cukup besar terjadi pada ahir bulan Agustus
1945. Yaitu rapat rakyat dalam rangka menyambut berdirinya KNI yang
bertempat dilapangan Ikada. Setelah rapat bubar, sebahagian massa
mengadakan gerakan pawai berbaris mengelilingi kota dengan mengambil
rute Ikada, Menteng Raya, Cikini dan Pegangsaan Timur. Dimuka rumah
Pegangsaan Timur 56, Presiden Sukarno dan Ibu Fatmawati serta sejumlah
menteri menyambut[4].
RAPAT RAKSASA IKADA
Kegiatan rakyat seperti ini menarik perhatian pihak Jepang
dan khawatir akan menimbulkan hal-hal yang berlawanan dengan dengan
ketentuan penguasa Jepang sesuai instruksi sekutu[5]. Maka pada tanggal 14 September 1945 dikeluarkan
larangan untuk berkumpul lebih dari 5 orang. Ditambah larangan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan provokasi yang memunculkan demonstrasi
melawan penguasa Jepang. Padahal saat itu sedang dipersiapkan sebuah
rapat yang lebih besar dan sudah bersifat rapat raksasa yaitu Rapat
Raksasa Ikada. Ide pertama rencana tersebut, datangnya dari para pemuda
dan mahasiswa dalam organisasi Commite van Actie yang bermarkas di
Menteng 31 Jakarta[6], untuk mengadakan peringatan 1 bulan Proklamasi
pada tanggal 17 September 1945.
Gagasan ini didukung oleh Pak Wirjo
selaku walikota Jakarta Raya dan ketua KNI Jakarta Raya, Mr Mohammad
Roem. Maka dengan serentak Pemuda-Mahasiswa menyelenggarakan persiapan
teknis berbentuk panitia. Lebih lanjut kemudian mereka mengkomunikasikan
rencana tersebut pada pimpinan rakyat tingkat kecamatan (saat itu
bernama Jepang, Siku) maupun kelurahan. Akibatnya berita ini menyebar
amat luas sampai keluar Jakarta. Tapi rencana ini tidak dapat segera
terlaksana karena Pemerintah Pusat menolak menyetujuinya dengan
pertimbangan kemungkinan terjadinya bentrokan fisik dengan tentara
Jepang yang masih berkuasa yang seperti dikatakan diatas, sudah befungsi
sebagai alat sekutu. Melihat situasi ini pihak panitia kemudian
memundurkan acara menjadi tanggal 19 September 1945 dengan harapan
Pemerintah mau menyetujuinya Menurut Pemuda-Mahasiswa Rapat Raksasa ini
amat penting. Karena meskipun gaung Kemerdekaan sudah menyebar
kemana-mana sejak Proklamasi, namun rakyat belum melihat terjadinya
perubahan-perubahan nyata ditanah air. Misalnya hak dan tanggung jawab
Pemerintah belum nampak dalam aktifitas kenegaraan sehari-hari, apalagi
kalau dikaitkan dengan amanat Proklamasi. Maka Rapat Rksasa amat perlu
untuk menggambarkan bahwa NKRI memiliki legitimasi sosial-politik dengan
cara mempertemukan langsung rakyat dan pemerintah.. Dan dalam
kesempatan ini diharapkan rakyat mendukung Pemerintah RI yang merdeka
dan berdaulat. Mungkin Presidenpun akan memberikan komando-komandonya.
Dalam perkembangan selanjutnya meskipun telah diadakan pertemuan antara
panitia dan Pemerintah tetap tidak dicapai kata sepakat. Ahirnya pada
tanggal 19 September 1945 tiba juga. Sejak pagi hari rakyat yang sudah
yakin akan diadakan rapat raksasa tersebut sejak subuh pagi hari
berduyun-duyun mendatangi lapangan ikada dan berkumpul membentuk
kesatuan massa yang amat besar. Untuk menenangkan massa rakyat ini,
pihak Pemuda-Mahasiswa mengajak bernyanyi. Atas usaha panitia, telah
siap sistim pengeras suara yang cukup memadai, ambulance kalau-kalau
diperlukan ada yang membutuhka pertolongan medis, dokumentasi yang
dilaksanakan oleh juru foto dari kelompok ikatan jurnailistik
profesional maupun amatir serta camera man Berita Film Indonesia (BFI).
Pihak penguasa Jepang yang melihat derasnya arus rakyat yang menuju
Ikada dan telah berkumpulnya massa yang besar, memanggil para penaggung
jawab daerah Jakarta. Pak Wiryo dan Mr Roem mendatangi kantor Kempetai
dan berusaha menjelaskan maksud dan tujuan dari berkumpulnya rakyat di
Ikada dan mengatakan gerakan spontan ini hanya bisa diatasi oleh satu
orang yaitu Presiden Soekarno sendiri. Tapi pihak Jepang tidak mau
mengambil resiko dan mengirim satuan tentara yang dilengkapi kendaraan
lapis baja. Penjagaan segera dilaksanakan oleh pasukan bersenjata dengan
sangkur terhunus dilengkapi peluru tajam. Sementara kabinet Pemerintah
RI tetap menolak. Bahkan ada berita kalau Presiden dan kabinetnya kalau
perlu akan bubar. Mahasiswa segera mengambil inisiatip. Mereka
mendatangi Presiden Soekarno pagi subuh tanggal 19 September 1945.
Dijelaskan bahhwa Jepang tidak mungkin akan bertindak keras karena
sesuai dengan tugas`sekutu, amat berbahaya bagi keselamatan kaum
interniran[7]. Selain itu tentara Jepang akibat kalah perang
telah kehilangan semanngat. Nampaknya Presiden mau diajak kompromi dan
berjanji akan membicarakannya dalam rapat kabinet pagi hari.
RAPAT KABINET
Pada tanggal 19 September
1945 pagi hari memang berlangsung rapat kabinet untuk membicarakan
antara lain akan dibentuknya Bank Negara Indonesia. Rapat yang sedang
berlangsung digedung ex Jawa Hokokai[8] tidak kunjung selesai juga sampai waktu telah
menunjukkan pukul 16.00. Para Pemuda-Mahasiswa mendesak terus agar
Presiden segera berangkat ke Ikada. Mereka mengatakan bahwa tidak akan
bertanggung jawab kalau masa berbuat sesuatu diluar kontrol, padahal
rakyat hanya menginginkan kedatangan para pemimpinya untuk menyampaikan
amanat sebagai kelanjutan Proklamasi. Sebagai jaminan Pemuda-Mahasiswa
akan menjaga keselamatan para anggota kabinet tersebut. Ahirnya Presiden
Sukarno mengambil keputusan akan ke Ikada. Bagi para anggota kabinet
lainnya yang berkeberatan dipersilahkan untuk tidak ikut. Namun nyatanya
semua yang hadir dalam gedung ex Jawa Hokokai dengan kendaraan
masing-masing juga menuju Ikada. Presiden Sukarno dikawal
Pemuda-Mahasiswa dengan menggunakan mobil menuju lapangan Ikada dengan
lebih dahulu mampir di Asrama Prapatan 10 Jakarta karena akan bertukar
pakaian. Ketika Presiden tiba rombongannya ditahan oleh sejumlah perwira
Jepang utusan dari Jenderal Mayor Nishimura yaitu yang dipimpin oleh
Let.Kol Myamoto. Jelas ini bukan Kempetai dan menggambarkan Jepang
memakai kebijaksanaan lunak. Dalam pembicaraan tersebut Presiden
menjamin akan mampu mengendalikan massa meskipun nampaknya massa rakyat
sudah siap bentrok fisisk. Hal ini dapat terlihat dimana rakyat yang
mempersenjatai diri dengan bambu runcing, golok, tombak dan sebagainya[9].
PIDATO 5 MENIT
Ternyata Presiden hanya bebicara tidak lebih dari lima
menit lamanya. Yang isinya : Percayalah rakyat kepada Pemerintah RI.
Kalau saudara-saudara memang percaya kepada Pemerintah Republik yang
akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan
dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan Negara Republik
Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk
kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin. Setelah pidato
Presiden selesai rakyat yang sudah bertahan di Ikada selama lebih dari
10 jam ahirnya bubar dengan teratur tampa menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Padahal kalau diperhitungkan massa yang besar tersebut
sudah bersifat ancaman (prediksi) terjadinya konflik fisik yang mungkin
dapat memunculkan pertumpahan darah yang tidak terkira. Nampaknya semua
pihak puas. Rakyat puas atas kemunculan Presiden dan para menterinya.
Demikian pula Pemerintah senang karena dapat memenuhi tuntutan pemuda
mahasiswa. Lebih-lebih Jepang yang terhindar dari sikap serba salah.
Rupanya mereka takut mendapat sangsi pihak sektu kalau tidak mampu
mengatasi keadaan Jakarta dari keadaan yang teteram dan damai.
ARTI DAN MAKNA RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945.
1. Sebagai titik pangkal dukungan politik dan kesetiaan
rakyat secara langsung atas telah berdirinya NKRI pada tanggal 17
Agustus 1945. Sebagai realisasi amanat Proklamasi, rakyat kemudian
melakukan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang termasuk pengambil
alihan semua fasilitas pemerintahan.
2. Kesetiaan rakyat ini merupakan awal dari gerakan mempertahankan kemerdekaan selanjutnya. Tindakan yang segera dilakukan adalah pengambil alihan fasilitas militer dari Jepang. Dan setelah September 1945, muncullah perlawanan bersenjata rakyat terhadap kaum penjajah diberbagai daerah seperti, pertempuran Surabaya, disekitar Jakarta, Bandung lautan Api, pertempuran 5 hari di Semarang, di Magelang, Ambarawa, di Palembamg, di Medan dan masih banyak lagi.
3. Pihak sekutu yang wakil-wakilnya sudah mulai berdatangan ke Indonesia, melihat bahwa informasi Pemerintah Hindia-Belanda dipengasingan tidak benar bahwa Pemerintah RI yang baru berdiri hanya semata-mata bikinan Jepang atau merupakan boneka Jepang. Pemerintah RI adalah Pemerintah sah yang legitimate yang didukung rakyat. Dan rakyat Indonesia tidak bersedia untuk dijajah kembali. Kekhawatiran pihak sekutu terutama pada keselamatan ratusan ribu kaum interniran yang berada dipedalaman. Mereka masih bertanya-tanya langkah apa yang terbaik yang harus dilakukan. Melihat kepatuhan rakyat dalam Rapat Raksasa Ikada ini kepada Soekarno, mereka mengambil sikap untuk mengajak kerja sama pemerintah RI dalam penyelesaian pengangkutan Jepang dan evakuasi para interniran dan mengumpulkannya di Jakarta. Panitia kerja sama Inggris-Indonesia ini dalam tahun 1946 resmi bernama PANITIA OEROESAN PENGANGKUTAN DJEPANG DAN APWI (POPDA).
[1] Dizaman Jepang bernama jalan Myakodori
[2] Jalan Pejambon, disebelah gedung Pancasila sekarang.
[3] Osman Raliby, Documenta Historica, 1953, hal 15
[4] Berita Film Indonesia no.2 tahun 1945.
[5] Setelah Jepang takluk tanggal 15 Agustus 1945, resminya yang berkuasa adalah sekutu sebagai pemenang perang dunia ke 2. Tanggal 8 September 1945 mendarat di kemayoran dengan payung sejumlah perwira sekutu. Dan tanggal 16 September 1945, tiba di Tanjung Priok sejumlah kapal perang sekutu dipimpin Laksamana Peterson. Diatas kapal bendera Cumberland, ikut sejumlah pejabat sipil dan militer Belanda.
[6] Commite van Actie mula-mula bermarkas di Prapatan 10, kemudian pada tanggal 25 Agustus 1945 pindah ke Menteng 31.
[7] Tugas sekutu adalah melucuti Jepang dan mengevakuasi APWI (Allied Prisoner of War).
[8] Sekarang gedung Mahkamah Agung Lapangan Banteng Jakarta
[9] Sebenarnya rakyat Jakarta bukan sama sekali tidak terlindungi. Pada tanggal 22 Agustus 1945 telah terbentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dalam badan ini bergabung tenaga professional ex PETA, HEIHO, kaum para militer seperti KEIBODAN, SEINENDAN, disamping pemuda-mahasiswa yang sudah terlatih dibidang militer dizaman Jepang. Selain itu sudah sempat dikumpulkan sejumlah senjata dan munisi kalau-kalau Jepang akan menggunakan kekuatan militernya. Pimpinan BKR Jakarta adalah ex`Shudancho Mufraini Mukmin.
2. Kesetiaan rakyat ini merupakan awal dari gerakan mempertahankan kemerdekaan selanjutnya. Tindakan yang segera dilakukan adalah pengambil alihan fasilitas militer dari Jepang. Dan setelah September 1945, muncullah perlawanan bersenjata rakyat terhadap kaum penjajah diberbagai daerah seperti, pertempuran Surabaya, disekitar Jakarta, Bandung lautan Api, pertempuran 5 hari di Semarang, di Magelang, Ambarawa, di Palembamg, di Medan dan masih banyak lagi.
3. Pihak sekutu yang wakil-wakilnya sudah mulai berdatangan ke Indonesia, melihat bahwa informasi Pemerintah Hindia-Belanda dipengasingan tidak benar bahwa Pemerintah RI yang baru berdiri hanya semata-mata bikinan Jepang atau merupakan boneka Jepang. Pemerintah RI adalah Pemerintah sah yang legitimate yang didukung rakyat. Dan rakyat Indonesia tidak bersedia untuk dijajah kembali. Kekhawatiran pihak sekutu terutama pada keselamatan ratusan ribu kaum interniran yang berada dipedalaman. Mereka masih bertanya-tanya langkah apa yang terbaik yang harus dilakukan. Melihat kepatuhan rakyat dalam Rapat Raksasa Ikada ini kepada Soekarno, mereka mengambil sikap untuk mengajak kerja sama pemerintah RI dalam penyelesaian pengangkutan Jepang dan evakuasi para interniran dan mengumpulkannya di Jakarta. Panitia kerja sama Inggris-Indonesia ini dalam tahun 1946 resmi bernama PANITIA OEROESAN PENGANGKUTAN DJEPANG DAN APWI (POPDA).
[1] Dizaman Jepang bernama jalan Myakodori
[2] Jalan Pejambon, disebelah gedung Pancasila sekarang.
[3] Osman Raliby, Documenta Historica, 1953, hal 15
[4] Berita Film Indonesia no.2 tahun 1945.
[5] Setelah Jepang takluk tanggal 15 Agustus 1945, resminya yang berkuasa adalah sekutu sebagai pemenang perang dunia ke 2. Tanggal 8 September 1945 mendarat di kemayoran dengan payung sejumlah perwira sekutu. Dan tanggal 16 September 1945, tiba di Tanjung Priok sejumlah kapal perang sekutu dipimpin Laksamana Peterson. Diatas kapal bendera Cumberland, ikut sejumlah pejabat sipil dan militer Belanda.
[6] Commite van Actie mula-mula bermarkas di Prapatan 10, kemudian pada tanggal 25 Agustus 1945 pindah ke Menteng 31.
[7] Tugas sekutu adalah melucuti Jepang dan mengevakuasi APWI (Allied Prisoner of War).
[8] Sekarang gedung Mahkamah Agung Lapangan Banteng Jakarta
[9] Sebenarnya rakyat Jakarta bukan sama sekali tidak terlindungi. Pada tanggal 22 Agustus 1945 telah terbentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dalam badan ini bergabung tenaga professional ex PETA, HEIHO, kaum para militer seperti KEIBODAN, SEINENDAN, disamping pemuda-mahasiswa yang sudah terlatih dibidang militer dizaman Jepang. Selain itu sudah sempat dikumpulkan sejumlah senjata dan munisi kalau-kalau Jepang akan menggunakan kekuatan militernya. Pimpinan BKR Jakarta adalah ex`Shudancho Mufraini Mukmin.
If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: