Sabtu, 22 September 2012

Sejarah Kota Blitar

Diposting oleh Unknown at 21.34


a) Legenda
Seperti diketahui, menurut sejumlah buku sejarah, terutama buku Bale Latar, Blitar didirikan pada sekitar abad ke-15. Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, anak dari Adipati Wilatika Tuban, adalah orang kepercayaan Kerajaan Majapahit, yang diyakini sebagai tokoh yang mbabat alas. Sesuai dengan sejarahnya, Blitar dahulu adalah hamparan hutan yang masih belum terjamah manusia. Nilasuwarna, ketika itu, mengemban tugas dari Majapahit untuk menumpas pasukan Tartar yang bersembunyi di dalam hutan selatan (Blitar dan sekitarnya). Sebab, bala tentara Tartar itu telah melakukan sejumlah pemberontakan yang dapat mengancam eksistensi Kerajaan Majapahit. Singkat cerita, Nilasuwarna pun telah berhasil menunaikan tugasnya dengan baik Bala pasukan Tartar yang bersembunyi di hutan selatan, dapat dikalahkan.

Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, oleh Majapahit, Nilasuwarna diberikan hadiah untuk mengelola hutan selatan, yakni medan perang yang dipergunakannya melawan bala tentara Tartar yang telah berhasil dia taklukkan. Lebih daripada itu, Nilasuwarna kemudian juga dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar I dengan daerah kekuasaan di hutan selatan. Kawasan hutan selatan inilah , yang dalam perjalanannya kemudian dinamakan oleh Adipati Ariyo Blitar I sebagai Balitar (Bali Tartar). Nama tersebut adalah sebagai tanda atau pangenget untuk mengenang keberhasilannya menaklukkan hutan tersebut. Sejak itu, Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kepemimpinan di bawah Kerajaan Majapahit dengan baik. Dia menikah dengan Gutri atau Dewi Rayung Wulan, dan dianugerahi anak Djoko Kandung. Namun, di tengah perjalanan kepemimpinan Ariyo Blitar I , terjadi sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh Ki Sengguruh Kinareja, yang tidak lain adalah Patih Kadipaten Blitar sendiri. Ki Sengguruh pun berhasil merebut kekuasaan dari tangan Adipati Ariyo Blitar I, yang dalam pertempuran dengan Sengguruh dikabarkan tewas. Selanjutnya Sengguruh memimpin Kadipaten Blitar dengan gelar Adipati Ariyo Blitar II. Selain itu, dia juga bermaksud menikahi Dewi Rayungwulan. Mengetahui bahwa ayah kandungnya (Adipati Ariyo Blitar I) dibunuh oleh Sengguruh atau Adipati Ariyo Blitar II maka Djoko Kandung pun membuat perhitungan. Dia kemudian melaksanakan pemberontakan atas Ariyo Blitar II, dan berhasil. Djoko Kandung kemudian dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar III. Namun sayangnya dalam sejarah tercatat bahwa Joko Kandung tidak pernah mau menerima tahta itu, kendati secara de facto dia tetap memimpin warga Kadipaten Blitar.

b) Masa Pra Kemerdekaan
Pada fase “kepemimpinan” Djoko Kandung, atau Adipati Ariyo Blitar III, pada sekitar tahun 1723 dan di bawah Kerajaan Kartasura Hadiningrat, pimpinan Raja Amangkurat , Blitar pun jatuh ke tangan penjajah Belanda. Karena, Raja Amangkurat menhadiahkan Blitar sebagai daerah kekuasaannya kepada Belanda yang dianggap telah berjasa karena membantu Amangkurat dalam perang saudara termasuk perang dengan Ariyo Blitar III, yang berupaya merebut kekuasaannya. Blitar pun kemudian beralih kedalam genggaman kekuasaan Belanda, yang sekaligus mengakhiri eksistensi Kadipaten Blitar sebagai daerah pradikan. Penjajahan di Blitar, berlangsung dalam suasana serba menyedihkan karena memakan banyak korban, baik nyawa maupun harta. Seperti daerah-daerah lainnya, rakyat Blitar pun tidak menghendaki mereka hidup dibawah ketiak bangsa Eropa yang menjajah kemerdekaan mereka. Rakyat Blitar kemudian bersatu padu dan bahu membahu melakukan berbagai bentuk perlawanan kepada Belanda, tidak hanya pribumi, tetapi juga didukung sepenuhnya oleh etnis Arab; Cina; dan beberapa bangsa Eropa lainnya yang mendiami Blitar.

Akhirnya, untuk meredam perlawanan rakyat Blitar, apalagi setelah diketahui bahwa beberapa bagian dari wilayah Blitar (tepatnya Kota Blitar), iklimnya sesuai untuk hunian bagi bangsa Belanda, maka pada tahun 1906, pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie Tahun 1906 Nomor 150 tanggal 1 April 1906, yang isinya adalah menetapkan pembentukan Gemeente Blitar . Momentum pembentukan Gemeente Blitar inilah yang kemudian dikukuhkan sebagai hari lahirnya Kota Blitar. Kepastian kebenarannya diperkuat oleh beberapa fakta antara lain dengan adanya Undang-undang yang menetapkan bahwa ibukota (Kabupaten) Blitar dikukuhkan sebagai Gemeente (Kotapraja) Blitar; Gemeente (Kotapraja) Blitar oleh pemerintah pusat kolonial Belanda setiap tahun diberikan subsidi sebesar 11,850 gulden. Gemeente (Kotapraja) Blitar dibebani kewajiban-kewajiban dan diberikan subsidi secara terinci; bagi Gemeente (Kotapraja) Blitar, diadakan suatu dewan yang dinamakan "Dewan Kotapraja Blitar" dengan jumlah anggota 13 orang; dan, undang-undang pembentukan Kotapraja Blitar itu mulai berlaku tanggal 1 April 1906. Pada tahun itu juga dibentuk beberapa kota lain di Indonesia yang berdasarkan catatan sejarah sebanyak 18 Kota yang meliputi kota Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang Semarang, Salatiga, Madioen, Blitar, Malang, Surabaja dan Pasoeroean di Pulau Jawa serta lainnya di luar Jawa.

Dampak dari keluarnya undang-undang itu adalah, Kota Blitar menjadi kota pusat pengendalian perkebunan-perkebunan di wilayah sekitarnya, sehingga secara otomatis sudah berfungsi sebagai kota pelayanan sejak didirikan secara legal-formal tanggal 1 April 1906. Padahal, ketika itu, luas wilayah Kota Blitar “hanyalah” 6,5 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 35.000 jiwa. Kemudian, pada tahun 1928, Kota Blitar pernah menjadi Kota Karisidenan dengan nama "Residen Blitar", dan berdasarkan Stb. Tahun 1928 Nomor 497 Gemeente Blitar ditetapkan kembali.
Bahkan, pada tahun 1930, Kotaparaja Blitar sudah memiliki lambang daerah sendiri. Lambang itu bergambar sebuah gunung dan Candi Penataran, dengan latar belakang gambar berwarna kuning kecoklatan di belakang gambar gunung –yang diyakini menggambarkan Gunung Kelud dan berwarna biru di belakang gambar Candi Penataran. Alasan yang mendasarinya adalah Blitar selama ini identik dengan Candi Penataran dan Gunung Kelud. Sehingga, tanpa melihat kondisi geografis, lambang Kotapraja Blitar pun mengikuti identitas itu. Sedangkan, makna dari pewarnaan itu, lebih-kurang adalah: adanya loyalitas yang luhur atau murni kepada kepemerintahan Hindia-Belanda. Namun, sejumlah produk hukum pemerintah kolonial Belanda itu, tidak menyurutkan rakyat Kota Blitar untuk membebaskan diri dari penjajahan. Sejumlah perlawanan-perlawanan untuk memerdekakan diri, terus berlangsung.

Hingga akhirnya, Jepang pun berhasil menduduki Kota Blitar, pada tahun 1942. Pada tahun itu pulalah, istilah Gementee Blitar berubah menjadi “Blitar Shi”, dengan luas wilayah 16,1 km2, dan berjumlah penduduk sekitar 45.000 jiwa. Perubahan status itu, diperkuat dengan produk hukum yang bernama Osamu Seerai. Di masa ini, penjajah Jepang menggunakan isu sebagai saudara tua bangsa Indonesia, Kota Blitar pun masih belum berhenti dari pergolakan. Bukti yang paling hebat, adalah pemberontakan PETA Blitar, yang dipimpin Soedancho Suprijadi.

Pemberontakan yang terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 itu, merupakan perlawanan yang paling dahsyat atas kependudukan Jepang di Indonesia yang dipicu dari rasa empati serta kepedulian para tentara PETA atas siksaan –baik lahir maupun batin- yang dialami rakyat Indonesia oleh penjajah Jepang. Konon, kabarnya, menurut Cindy Adams di dalam otobiografi Bung Karno, pada tanggal 14 Februari 1945 itu pula, Soeprijadi dan kawan-kawan sebelum melakukan pemberontakan, sempat berdiskusi tentang rencana pemberontakan ini, dengan Ir. Soekarno, yang ketika itu tengah berkunjung ke Ndalem Gebang. Namun, Soekarno, ketika itu, tidak memberikan dukungan secara nyata, karena, Soekarno beranggapan, lebih penting untuk mempertahankan eksistensi pasukan PETA sebagai salah satu komponen penting perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Di luar pemberontakan yang fenomenal itu, untuk kali pertamanya di bumi pertiwi ini Sang Saka Merah Putih berkibar. Adalah Partohardjono, salah seorang anggota pasukan Suprijadi, yang mengibarkan Sang Merah Putih di tiang bendera yang berada di seberang asrama PETA. Kini, tiang bendera itu berada di dalam kompleks TMP Raden Widjaya, yang dikenal pula sebagai Monumen Potlot.

Pemberontakan PETA ini, walaupun dari sisi kejadiannya terlihat kurang efektif karena hanya berlangsung dalam beberapa jam dan mengakibatkan tertangkapnya hampir seluruh anggota pasukan PETA yang memberontak, kecuali Suprijadi, namun dari sisi dampak yang ditimbulkan, peristiwa ini telah mampu membuka mata dunia. Cikal bakal pemim pin Republik ini ternyata telah dipersiapkan, dan pemberontakan PETA telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia karena peristiwa tersebut merupakan satu-satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tentara didikan Jepang. Bahkan, pemberontakan ini boleh dikata sebagai satu-satunya fenomena anak didik Jepang yang berani melawan tuannya diseluruh kawasan asia tenggara dan asia timur yang dijajah pemerintah kolonial Jepang.
Beberapa saat setelah pemberontakan PETA Blitar, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno – Hata memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Kota Blitar pun menyambutnya dengan gembira. Sebab, hal inilah yang ditunggu-tunggu dan justru itulah yang sebetulnya menjadi cita-cita perjuangan warga Kota Blitar selama ini. Karena itu, rakyat Kota Blitar segera mengikrarkan diri berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Sebagai bukti keabsahan keberadaan Kota Blitar dalam Republik Indonesia, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1945 tentang perubahan nama “Blitar Shi” menjadi "Kota Blitar", dengan luas wilayah 16,1 km2, dan dihuni oleh 45.000 jiwa.

c). Masa Kemerdekaan
Kemudian, pada tahun 1950, berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950, Kota Blitar berubah statusnya menjadi Blitar dan dibentuk sebagai Daerah Kota Kecil. Selanjutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Kota Blitar berubah menjadi Kotapraja Blitar, dengan luas wilayah tetap dan jumlah penduduknya menjadi 60.000 jiwa. Dan, berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, Kotapraja Blitar pun ditetapkan menjadi “Kotamadya Blitar”, dengan luas wilayah tetap dan didiami oleh 73.143 jiwa.
Di masa pasca-kemerdekaan hingga dijatuhkannya Ir. Soekarno sebagai Presiden RI pertama, Kota Blitar juga terkena dampak eskalasi politik di masa itu. Kesejahteraan yang diidam-idamkan rakyat Kota Blitar, pasca proklamasi, ternyata belum terwujud. Bahkan, karena Bung Karno dimakamkan di Kota Blitar, maka terjadilah “pengucilan” secara politik melalui pembatasan yang sangat ketat terhadap warga bangsa yang akan datang ke Blitar untuk nyekar ke makam Bung Karno. Pada periode ini, kota Blitar yang menyimpan berbagai sumberdaya yang sangat besar seakan-akan tertidur lelap. Api nasionalisme dan kecintaan terhadap sang Proklamator berusaha untuk dilenyapkan, tetapi yang terjadi justru arus balik yang sangat kuat melanda sebagian besar warga bangsa yang cinta terhadap sosok pemersatu bangsa ini. Dan, berlakulah ungkapan bahwa harum semerbaknya bunga melati tidak bisa ditutupi dan dikucilkan tetapi justru harumnya akan semakin semerbak dan melekat di dasar hati sanubarinya rakyat Indonesia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, walaupun pembangunan Kota Blitar telah berjalan dengan baik, tetapi belum menunjukkan hasil yang menggembirakan karena sistem pemerintahan masih menggunakan sistem sentralisasi dengan pendekatan top-down yang menyebabkan “terpasungnya” daya kreativitas dan inovasi rakyat. Meskipun demikian, ada pula sisi yang menyentuh kita semua yakni kecintaan yang tidak pernah luntur dari warga bangsa terhadap sosok Bung Karno. Hal inilah yang secara tanpa disadari telah menempatkan Kota Blitar nantinya sebagai daerah yang paling ramai dikunjungi rakyat Indonesia, terutama pada bulan Juni. Kota Blitar, menjadikan bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno karena dibulan inilah terangkai berbagai momentum penting sejarah bangsa terutama yang terkait dengan Bung Karno yakni ; (1) Tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Pada tanggal ini, rakyat Kota Blitar memperingatinya dengan upacara Grebeg Pancasila, (2) Tanggal 6 Juni sebagai hari lahir Bung Karno dan (3) Tanggal 20 Juni tahun 1970 adalah hari wafatnya Bung Karno yang di makamkan di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan.

Kawasan wisata Makam Bung Karno yang dulunya hanya seluas 2970 m, dan sekarang telah diperluas menjadi 4852 m, semula adalah milik Yayasan Mardi Mulyo yang diserahkan kepada negara untuk dijadikan Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo. Sementara itu, telah lama ada rencana pemerintah untuk membangun Taman Makan Pahlawan yang baru di Kota Blitar, sebagai pengganti Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo ini. Demikianlah, sewaktu ada niat dan rencana untuk memugar Makam Bung Karno, pembangunan Taman Makam Pahlawan Kota Blitar yang baru, yakni Taman Makam Pahlawan R. Wijaya, telah selesai dan seluruh kerangka pahlawan yang semula berada di Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo telah dipindahkan ke dalamnya. Pada saat itulah makam Bung Karno dipindahkan kelokasi yang ada sekarang, didampingi pada kiri-kanannya Makam Ayahanda, R. Soekeni Sosrodihardjo dan Makam Ibunda, Ida Aju Nyoman Rai. Sekarang, kawasan makam Bung Karno dimaksud telah dilengkapi dengan perpustakaan dan museum Bung Karno, sehingga semakin mengukuhkan perkembangannya sebagai ikon pariwisata religius dan wisata sejarah kota Blitar.

Di masa pemerintahan Orde Baru, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1982, luas wilayah Kotamadya Blitar dimekarkan dari yang semula hanya 1 Kecamatan dengan luas 16,1 km2, menjadi 3 (tiga) kecamatan dan 20 kelurahan dengan luas keseluruhan menjadi 32,369 km2, Jumlah penduduk Kota Blitar ketika itu telah mencapai 106.500 jiwa. Sejarah pun kembali bergulir. Pemerintahan Orde baru dibawah pimpinan Soeharto, dipaksa turun melalui serangkaian drama politik yang “panas”. Indonesia memasuki masa baru yang sering disebut dengan Orde Reformasi. Di era ini, tepatnya pada tahun 1999, dtetapkan sebuah Undang-undang yang sangat fenomental, yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Melalui Undang-undang tersebut, sebutan Kotamadya Blitar disesuaikan menjadi Kota Blitar. Hingga menjelang satu abad usia kota ini, Kota Blitar dihuni oleh sekitar 125 ribu jiwa.
Rangkaian sejarah yang terjadi di Kota Blitar apabila diruntut secara satu persatu sejak dari awal kelahirannya hingga memasuki usia satu abad ini, ternyata didalamnya memiliki benang merah yang merangkai dengan sangat kuat satu momentum sejarah dengan momentum lainnya sehingga mempetegas kenyataan bahwa posisi dan keberadaan Kota Blitar sejak dahulu hingga sekarang sangat diperhitungkan di kancah regional; nasional maupun internasional. Hal demikian tentu tidak terlepas dari keberadaan tokoh-tokoh sejarah sekaliber Ariyo Blitar, Suprijadi dan Bung Karno yang sepanjang hidupnya tiada pernah berhenti memompakan semangat kejuangan, nasionalisme dan semangat patriotisme yang sesungguhnya.

Sejarah Pemerintahan
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran Team Hari Jadi Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Blitar Nomor 262 tahun 1988 tertanggal 31 Desember 1988, maka berdasarkan dokumen dan testament yang ada, dapatlah diketahui bahwa penetapan Hari Jadi Kota Blitar adalah sebagai berikut :
  • Gemeente Blitar dibentuk berdasarkan “Staatsblad van Nederlandsche Indie tahun 1906 Nomor 150 tertangga 1 April 1906 ;
  • Jadi tanggal 1 April 1906, merupakan penetapan berdirinya Gemeente Blitar yang dapat dipastikan kebenarannya, bahwa :
  1. Wilayah ibukota (Kabupaten) Blitar, lewat Undang-undang diputuskan menjadi Gemeente (Kotapraja) Blitar ;
  2. Gemeente Kotapraja) Blitar, oleh pemerintah pusat setiap tahun diberikan subsidi sebesar 11,850 golden ;
  3. Gemeente Kotapraja) Blitar, dibebani kewajiban-kewajiban dan diberikan wewenang secara terinci;
  4. Bagi Gemeente (Kotapraja) Blitar, diadakan suatu dewan yang dinamakan “Dewan Kotapraja Blitar” dengan jumlah anggota 13 orang ;
  5. Undang-undang pembentukan Kotapraja Blitar mulai berlaku tanggal 1 April 1906.
Jika memperhatikan pertembuhan dan perkembangan, maka selama perjalanan pemerintahan 95 tahun ini (1 April 1906 – 1 April 2001) mengalami perubahan status pemerintahan sebagai berikut :
  1. Kota Blitar pertama dibentuk berdasarkan Stbld tahun 1906 nomor 150 jo, Stbld 497 tahun 1928 dengan nama Gemeente Blitar dengan luas wilayah 6,5 Km2 dan jumlah penduduk 35.000 jiwa ;
  2. Dalam tahun 1928 Kota Blitar pernah menjadi Kota Karesidenan dengan nama “Residensi Blitar: dan berdasarkan Stbld nomor 497 tahun 1928 penetapan kembali Gemeente Blitar ;
  3. Pada jaman Jepang tahun 1942 berdasarkan Osomu Seerai dengan nama “Blitar-Shi” dengan luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 45.000 jiwa ;
  4. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1945 dengan nama “Kota Blitar” luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 45.000 jiwa ;
  5. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang nomor 17 tahun 1950 dengan nama Blitar dibentuk sebagai daerah Kota Kecil ;
  6. Berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1957 dengan nama Kotapraja Blitar, luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 60.000 jiwa ;
  7. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 ditetapkan dengan nama “Kotamadya Blitar” dengan luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 73.142 jiwa;
  8. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1982, luas wilayah Kotamadya Blitar dimekarkan menjadi 3 (tiga) kecamatan dengan 20 kelurahan.
  • Luas daerah : lama (1 kecamatan = 16,1 Km2) baru (3 kecamatan = 32,369 Km2)
  • Jumlah penduduk tahun 1982 = 106.500 jiwa
  • Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2003 adalah 124.767 jiwa
  1. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 nama Kotamadya Blitar disesuaikan dan diganti dengan nama Kota Blitar hingga sekarang.
Pejabat Pemerintahan
Nama-nama pejabat, Walikota, Kepala Dearah Kota Blitar
  1. Jaman Pemerintahan Hidia Belanda
  • Th. J. Cathero : Jabatan : Asisten Residen Kediri di Blitar yang merangkap de burgermester di Blitar s/d tahun 1942.
Boerstra : Jabatan : Asisten Residen Kediri di Blitar
  1. Jaman Pemerintah Jepang
  • Drajat Prawiro Soebroto : Jabatan : Shi-tjok Blitar tahun 1942-1943
  • Soedrajat : Jabatan: Shi-tjok Blitar tahun 1943-1944
  • Mochtar Prabu Mangkunegoro : Jabatan : Shi-tjok Blitar tahun 1944-1945
  1. Jaman Kemerdekaan s.d Sekarang
  • Soerono Harsono : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1945-1947
  • Soenarjo Adiprodjo : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1947-1948
  • Soenarjo : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1948
  • Soetadji : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1949-1950
  • R. Ismaoen Danoe Soesastro : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1953-1956
  • Soeparngadi : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1956-1960
  • R. Koesmadi : Jabatan : Walikota Kepala Daerah tahun 1960-1964 Daerah Kota Blitar
  • Rm. Prawiro Fakhihudin : Jabatan : Walikotamadya tahun 1968; Kdh. Tk. II Blitar
  • Drs. Soerjadi : Jabatan : Walikotamadya tahun 1969-1975; Kdh. Tk. II Blitar
  • Drs. Soekirman :Jabatan : Walikotamadya tahun 1975-1980 dan tahun 1980-1985 (2 periode)
  • Drs. Haryono Koesoemo : Jabatan : Walikotamadya tahun 1985-1990; Kdh. Tk. II Blitar
  • Drs. H. Achmad Boedi Soesetyo : Jabatan; Kdh. Tk. II Blitar
  • H. Istijono Soenarto, SH :Jabatan : Walikota Blitar tahun 1995-2000; Kdh. Tk. II Blitar
  • Drs. H. Djarot Saiful Hidayat, MS.
    Jabatan : Walikota Blitar tahun 2000-2005.
  • Bapak Drs. H. Djarot Saiful Hidayat, MS.
    Jabatan : Walikota Blitar tahun 2006-2010.
Gambaran Umum
a) Sekilas
Kota Blitar yang juga dikenal dengan sebutan Kota Patria , Kota Lahar dan Kota Proklamator secara legal-formal didirikan pada tanggal 1 April 1906. Dalam perkembangannya kemudian momentum tersebut ditetapkan sebagai Hari Jadi kota Blitar. Walaupun status pemerintahannya adalah Pemerintah Kota, tidak serta-merta menjadikan mekanisme kehidupan masyarakatnya seperti yang terjadi dikota -kota besar. Memang ukurannya pun tidak mencerminkan sebuah kota yang cukup luas. Level yang dicapai kota Blitar adalah sebuah kota yang masih tergolong antara klasif ikasi kota kecil dan kota besar. Secara faktual sudah bukan kota kecil lagi, tetapi juga belum menjadi kota besar.

Membicarakan Kota Blitar, tidaklah lengkap kalau tidak menceritakan semangat kejuangan yang tumbuh berkembang dan kemudian terus menggelora serta menjiwai seluruh proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di kota ini. Di kota ini tempat disemayamkan Bung Karno, Sang Proklamator, Presiden Pertama RI, idiolog dan pemikir besar dunia yang dikagumi baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Kota Blitar juga merupakan salah satu tempat bersejarah bagi Bangsa Indonesia, dimana sebelum dicetuskannya Proklamasi ditempat ini telah diserukan kemerdekaan Indonesia yang diikuti dengan pengibaran Sang Merah Putih yang kemudian berujung pada Pemberontakan PETA oleh Sudanco Supriyadi.

Masyarakat kota Blitar sangat bangga sebagai pewaris Aryo Blitar, pewaris Soeprijadi dan pewaris Soekarno, yang nationalistic - patriotic. Pemerintah Kota Blitar sadar akan hal ini, semangat itu dilestarikan dan dikobarkan, dimanfaatkan sebagi modal pembangunan ke depan. Tidak heran kalau akronim PATRIA dipilih sebagai semboyan. Kata PATRIA ini disusun dari kata PETA, yang diambil dari legenda Soedanco Soeprijadi yang memimpin pemberontakan satuan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar pada Jaman Penjajahan Jepang, serta dari kata Tertib, Rapi, Indah, dan Aman. Selain itu, kata PATRIA memang sengaja dipilih karena didalamnya mengandung makna " Cinta tanah air . Sehingga dengan menyebut kata PATRIA orang akan terbayang kobaran semangat nasionalisme yang telah ditunjukkan oleh para patriot bangsa yang ada di kota Blitar melalui roh perjuangannya masing-masing.

b) Letak Geografis
Kota Blitar merupakan salah satu daerah di wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak diujung selatan Jawa Timur dengan ketnggian 156 m dari permukaan air laut, pada koordinat 112° 14 - 112° 28 Bujur Timur dan 8° 2 - 8° 10 Lintang Selatan, memiliki suhu udara cukup sejuk rata-rata 24° C- 34° C karena Kota Blitar berada di kaki Gunung Kelud dan dengan jarak 160 Km arah tenggara dari Ibukota Propinsi Surabaya.


Kota Blitar merupakan wilayah terkecil kedua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota Mojokerto. Wilayah Kota Blitar dikelilingi oleh Kabupaten Blitar dengan batas:
  • Sebelah Utara : Kecamatan Garum dan Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar
  • Sebelah Timur: Kecamatan Kanigoro dan Kecamatan Garum Kabupaten Blitar
  • Sebelah Selatan : Kecamatan Sanankulon dan Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar
  • Sebelah Barat : Kecamatan Sanankulon dan Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
Kota Blitar dengan luas wilayah kurang lebih 32,58 km2 terbagi habis menjadi tiga Kecamatan yaitu :
  • Kecamatan Sukorejo dengan luas 9,93 km2,
  • Kecamatan Kepanjenkidul 10,50 km2,
  • Kecamatan Sananwetan 12,15 km2.
    Dari tiga Kecamatan tersebut, habis terbagi menjadi 21 Kelurahan.
Dilihat dari kedudukan dan letak geografisnya, Kota Blitar tidak memiliki sumber daya alam yang berarti, karena seluruh wilayahnya adalah wilayah perkotaan, yang berupa pemukiman, perdagangan, layanan publik, sawah pertanian, kebun campuran dan pekarangan. Oleh karena itu, sebagai penggerak ekonomi Kota Blitar mengandalkan Potensi diluar sumber daya alam, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Visi dan Misi Kota Blitar
Visi
Pada tahun 2010 Kota Blitar telah menjadi Kota PETA yang Tertib, Rapi, I ndah dan Aman yang didukung oleh si stem perdagangan barang dan jasa unggulan, serta layanan prima pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip otonomi daerah yang demokratis, akuntabel, terbuka dan berkeadilan dengan dilandasi ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Misi
  1. Meningkatkan kualitas SDM yang dilandasi oleh nilai-nilai kejuangan bangsa dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  2. Mewujudkan pelayanan prima pemerintahan kepada masyarakat melalui peningkatan kualitasmanajemen pemerintahan yang disertai dengan peningkatan kualitaspelaksanaan otonomi daerah berdasarkan prinsip demokrasi, akuntabilitas, keterbukaan dan keadilan
  3. Mengembangkan sistem perdagangan barang dan jasa unggulan yang dibarengi dengan penciptaan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
  4. Meningkatkan kualitasketertiban, keamanan dan ketentraman masyarakart yang didukung oleh peningkatan efektivitas pelaksanaan Perda melalui cara-cara yang lebih mengedepankan prinsip-prinsip persuasif dalam menyelesaikan masalah.
Sesanti dan Lambang
Sesanti
Kota Blitar memiliki Sesanti : " Kridha Hangudi Jaya " Artinya : Semangat Gerak yang timbul dari kita masing - masing untuk berusaha mencari atau mengupayakan segala sesuatu agar berhasil dengan gemilang, dimaksudkan untuk memberi motivasi dan daya penggerak yang lebih dinamis, lebih aktif dalam pelaksanaan pembangunan, baik dan terarah kepada masyarakat guna berpartisipasi, baik dari sumber dana maupun daya yang ada.

Lambang
Dasar :
  1. Peraturan Daerah Kotamadya Blitar Nomor 10 Tahun 1968 tentang Bentuk, Kegunaan dan Pemakaian Lambang Daerah Kotamadya Blitar ;
  2. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar Nomor 15 tahun 1989 tentang perubahan pertama Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar Nomor 10 Tahun 1968 tentang Bentuk, Kegunaan dan Pemakaian Lambang Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar.
Arti Bentuk Lambang Kota Blitar :
  • Perisai bersudut lima : Pancasila
  • Bintang emas : Ke-Tuhanan, Kesempurnaan, keluhuran
  • Pita merah dan putih : Kebangsaan
  • Gapura dengan tembok batu merah 28 buah (14 di kanan 14 di kiri) : Lambang Sumpah pemuda tanggal 28-10-1928 berdirinya Kota Blitar tanggal 14-2-1906 serta semangat pemberontakan PETA tanggal 14-2-1944.
  • Ganesya : Lambang semangat belajar
  • Gunung : Lambang jiwa kuar dan dinamis
  • Keris : Lambang Kepahlawanan yang maju terus pantang mundur menghadapi musuh.
  • Padi/kapas : Kemakmuran/ kesejahteraan
Arti Penggunaan Warna pada Lambang Kota Blitar :
  • Merah : berani, bersemangat, revolusioner
  • Putih : suci, bersih
  • Hitam : kuat, sentosa, tahanuji
  • Biru : setia, luas
  • Hijau : harapan, subur
  • Kuning : luhur dan murni
Sapta Program Prioritas
  1. Peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dengan menempatkan Sekolah sebagai basis pendidikan masyarakat dan Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat.
  2. Pengembangan ekonomi local dengan titik berat kepada pemberdayaan pelaku ekonomi mikro, terutama kalangan pengusaha kecil dan menengah sebagai prasyarat perwujudan Kota Blitar sebagai Kota perdagangan dan jasa.
  3. Peningkatan semangat kejuangan dan cinta tanah air yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai prasyarat perwujudan Blitar sebagai Kota PATRIA.
  4. Peningkatan kualitas ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan mengedepankan cara-cara persuaisif didalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
  5. Peningkatan kualitas kebersihan kota dan penataan lingkungan hidup menuju kota Blitar sebagai kota yang nyaman untuk ditinggali dan menarik untuk dikunjungi.
  6. Peningkatan kualitas pelayanan prima pemerintah daerah kepada masyarakat sebagai muara dari proses reformasi dan reformasi pembangunan kota.
  7. Peningkatan kualitas penerapan tata ruang kota untuk mengantisipasi perkembangan wilayah pembangunan regional, nasional dan global.
Potensi Wisata
1. Makam Plokamator
Makam ini terletak diKelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan wetan Kota Blitar, Jawa Timur. Makam Bung Karno, didampingi pada kiri kanan oleh Makam Ayahanda "R. Soekeni Sosrodihardjo" dan Makam Ibunda "Ida Aju Njoman Rai".

Memasuki Makam ini dimulai dari sebuah gapura Agung yang menghadap ke selatan. Bangunan utama disebut dengan Cungkup Makam Bung Karno. Cungkup Makam Bung Karno berbentuk bangunan Joglo, yakni bentuk seni bangunan jawa yang sudah dikenal sejak dahulu. Cungkup Makam Bung Karno diberi nama Astono Mulyo. Diatas Makam diletakkan sebuah batu pualam hitam bertuliskan : "Disini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan Dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah Rakyat Indonesia."

2. Perpustakaan Plokamator Bung Karno
Perpustakaan bertaraf Internasional ini terletak disebelah selatan menyatu dengan kompleks Makam Bung karno yaitu di Jalan Kalasan no. 1 Blitar. Perpustakaan Proklamator BK dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI melalui UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno (PPBK) di Kota Blitar. Disamping bangunan Perpustakaan, PPBK ini diisi dengan 2 karya seni, yang berupa Patung Bung Karno yang terletak di tengah gedung A lantai 1, serta dinding relief berisi perjalanan hidup Bung Karno yang membentang di pinggir kolam dari arah perpustakaan ke arah makam.

Relief itu akan bercerita tentang Bung Karno di masa muda, di masa perjuangan, serta di masa tuanya. Kehadiran Perpustakaan Proklamator Bung Karno di Kota Blitar merupakan icon yang strategis, selain menambah sumberdaya yang ada di Kota Blitar juga strategis didalam rangkaian mewujudkan nation and character building Indonesia. Fungsi Perpustakaan Proklamator Bung Karno sebagai pusat studi nantinya akan memberikan sumbangan pada pembangunan manusia Indonesia, dengan kontribusi berupa “wisdom of the past” yang digali dari gagasan Bung Karno, dari hasil kajian pada umumnya.

3. Sumber Udel
Pemandian Sumber Udel mempunyai standart Nasional karena mempunyai 2 (dua ) jenis kolam renang, yaitu kolam renang untuk anak-anak dan kolam renang untuk orang dewasa. Kolam renang "Sumber Udel" ini juga mempunyai beberapa fasilitas antara lain:
o Tempat mainan anak-anak
o Panggung gembira dengan tampilan kesenian khas Blitar setiap bulan
o Tempat parkir yang representatif
o Persewaan dan penitipan alat-alat renang.

4. Kebon Rojo
Merupakan taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada dikompleks Rumah Dinas Walikota Blitar yang disediakan untuk masyarakat umum/ wisatawan secara gratis. Ditaman tersebut terdapat beberapa jenis hewan yang sengaja dipelihara didalam satu kawasan khusus seperti rusa, monyet dan burung merak.

Ditempat ini juga tersedia fasilitas bermain anak, tempat bersantai, patung hewan dan ornamen-ornamen yang melekat pada areal panggung apresiasi untuk para seniman dengan latar belakang tugu peringatan Satu Abad Bung Karno. Ditengah –tengah kawasan Kebon Rojo terdapat air mancur dan berbagai jenis tanaman langka yang berfungsi sebagai paru-paru kota

5. PIPP
Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) Kota Blitar merupakan sentral layanan informasi dan komunikasi bagi para pelaku ekonomi, khususnya pelaku perdagangan dan layanan informasi tentang priwisata.

Saat ini PIPP Kota Blitar dikelola dan dipublikasikan melalui UPTD Pusat Informasi Pariwisata dan perdagangan Kota Blitar yang merupakan lembaga teknis dibawah naungan Dinas Informasi, Komunikasi dan Pariwisata Daerah Kota Blitar. Didalam eksistensi dan pengembangannya, PIPP Kota Blitar menjadi sarana publikasi pariwisata dan potensi daerah secara bersama – sama antara Kota Blitar beserta daerah sekitarnya.

6. Makam Ariyo Blitar
Makam Adipati Ariyo Blitar terletak di Kel. Blitar, Kec.Sukorejo Kota Blitar kira-kira 2 km ke arah barat kota. Makam ini ramai pada saat bulan Asyura dan juga setiap malam Jum'at legi. Banyak orang datang ke Makam tersebut untuk mendapatkan berkah dari Ariyo Blitar.

7. Monumen BlitarSepanjang sejarah kolonial di Indonesia telah terjadi puluhan pemberontakan, besar maupun kecil, sebagai protes terhadap sistem dan praktek-praktek kolonial itu. Salah satu di antaranya ialah pemberontakan yang dilancarkan oleh anggota-anggota Tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Daidan Blitar terhadap Pemerintah Pendudukan Jepang. Pemberontakan itu meletus pada saat praktek-praktek kolonial sedang berada pada puncak yang paling menekan kehidupan bangsa. Tepatnya tanggal 14 Februari 1945, pukul 03.30 meletuslah pemberontakan PETA Blitar di pimpin oleh Sudanco Soepriyadi. Monumen Peta ini didirikan karena untuk menghormatinya.

8. Ndalem GebangNdalem Gebang ( Rumah tinggal Bung Karno ) merupakan rumah tempat tinggal Orang tua Bung Karno. Rumah ini letaknya tidak jauh dari Makam Bung Karno kira-kira 2 km ke arah selatan, tepatnya di Jalan Sultan Agung No. 69 Kota Blitar. Rumah ini sebenarnya milik bapak Poegoeh Wardoyo suami dari Sukarmini, kakak kandung Bung Karno.

Selain ditempati oleh kedua orang tua Bung Karno, ditempat ini pula Sang Proklamator pernah tinggal ketika masa-masa remaja. Banyak sekali kenangan Bung Karno yang terukir di Kota Blitar. Seperti kebiasaan beliau pada sore hari yang suka jalan-jalan di 'Bon Rojo' dan ke luar masuk kampung di Bendogerit. Sepanjang perjalanan selalu diikuti anak-anak dan remaja, sambil bernyanyi-nyanyi dan bersenda gurau. Semakin lama jumlah pengiring yang menjadi "pasukan kecil" Bung Karno itu semakin banyak. Acara santai demikian biasanya diakhiri sampai di ndalem Gebang menjelang matahari terbenam. Di rumah tersebut tiap tahun diadakan acara Haul yang ramai dikunjungi orang, begitu juga banyaknya kesenian yang ikut memeriahkan acara haul tersebut.


If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 komentar:

Have any question? Feel Free To Post Below:

Blog Archive

 

Popular Posts

Recent Comments

© 2011. All Rights Reserved | Orang Indonesia | Template by Blogger Widgets

Home | About | Top