Selasa, 25 September 2012

Kisah Munir dan Sepeda Motor Tuanya

Diposting oleh Unknown at 19.46
8f2fdbafab19301f175f8616fc7316e2_images
Selama hidupnya, aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, memiliki segudang kegiatan. Rekam jejaknya sebagai pembela demokrasi dan HAM ada di mana-mana. Dia pernah menjadi pengacara perkara hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta (1997-1998); kuasa hukum kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil pada 1984 di Tanjung Priok (1998); atau penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II (1998-1999).
Dalam semua kesibukan itu, Munir pergi ke mana-mana dengan tunggangan setianya: sepeda motor Honda Astrea warna hitam dengan helm full face merah marun.
Kepada mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti, Munir pernah berkeluh-kesah. Cerita Munir, ia mendapat perlakuan diskriminatif dari satpam sebuah hotel. Sebab, Munir nyelonong masuk pelataran hotel berbintang sambil mengendarai sepeda motor.

“Turun! Copot itu helm!” kata Ikrar menirukan ucapan Munir waktu menceritakan teguran satpam. “Motor dilarang masuk ke sini. Kamu tahu aturan tidak?” begitu hardik si petugas keamanan.
Mendapat teguran begitu, Munir tersinggung. Ia membalas perkataan satpam itu. “Kamu tahu tidak, saya ini tamu, menginap di sini. Ini kunci kamarnya,” kata Munir. Kepada Ikrar, Munir mengaku kesal akan teguran itu. “Saya naik pitam,” ujar Ikrar mengulangi pernyataan Munir.
Ayah dua anak ini memang selalu bepergian ke mana pun dengan Honda Astrea bututnya. Bahkan, kata teman Munir di Himpunan Mahasiswa Islam, Husein Anis, suami Suciwati itu baru membeli mobil beberapa bulan sebelum ia dibunuh. “Setahu saya, selama ini Munir selalu naik sepeda motor dari rumahnya di Bekasi atau Jatinegara,” ujar Husein.
Cerita soal Munir dan sepeda motornya ini dituturkan Ikrar dan Husein dalam film dokumenter tentang Munir berjudul Kiri Hijau Kanan Merah. Diproduksi Watchdoc dan KASUM, film menarik ini disutradarai jurnalis muda Dandhy Dwi Laksono.
Munir tewas diracun ketika menumpang pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004. Kala itu, usia Munir 38 tahun dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial. Sampai sekarang, polisi hanya berhasil mengungkap pelaku langsung pembunuhan, yakni pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto. Pilot ini disebut-sebut memiliki kaitan dengan sejumlah pejabat penting Badan Intelijen Negara.
Sumber; Tempo.co Jakarta, CORNILA DESYANA


If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!


Kindly Bookmark and Share it:

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 komentar:

Have any question? Feel Free To Post Below:

Blog Archive

 

Popular Posts

Recent Comments

© 2011. All Rights Reserved | Orang Indonesia | Template by Blogger Widgets

Home | About | Top