Dalam bukunya "Mohammad Hatta, memoir", Bung Hatta
yang ayah Menteri Peranan Wanita Meutia Hatta ini bercerita soal proses
perkawinan Soekarno dan Fatmawati pada zaman Jepang : "Pada suatu waktu
aku dengar berita, bahwa Soekarno akan kawin lagi dengan seorang anak
didiknya di Bengkulu, yang namanya yang asli diubah menjadi Fatmawati.
Wanita ini tidak lama lagi akan datang ke Jakarta. Alasan Soekarno ialah
bahwa Ibu Inggit tidak dapat mempunyai anak lagi, sedangkan Soekarno
ingin mempunyai turunan. Menurut Kyai Mansur, mungkin Ibu Inggit tidak
berkeberatan, sebab ia sendiri kenal Fatmawati. Waktu di Bengkulu,
Fatmawati sering datang ke rumahnya dan sering pula bergaul dengan dia.
Malahan dipandangnya sebagai anaknya sendiri. Dalam pada itu, atas
petunjuk Soekarno, Shimizu dapat mengusahakan, supaya
Pegangsaan Timur 56 dapat ditentukan untuk rumah kediaman Soekarno. Ibu
Inggit masih tinggal di rumah di pojok jalan Oranye Boulevard
dan jalan Mampang. Pada suatu hari Soekarno datang ke kantorku,
mengatakan kepadaku, bahwa ia terpaksa bercerai dengan Inggit, tetapi
beberapa syarat yang berhubungan dengan perceraian itu dibuat di muka
anggota empat serangkai lainnya. Aku menjawab bahwa apabila
perceraian itu tidak dapat dihindarkan, aku bersedia, syarat-syarat
akibat perceraian itu dibuat oleh empat serangkai pada kantorku
itu. Harinya kami tentukan keesokan harinya, kira-kira jam 10 pagi dan
Soekarno akan memberitahukan kepada Dewantoro dan Kiayi Mansur. Keesokan
harinya pada jam 10 pagi kami bersidang dikamarku. Syarat itu ialah :
1. Soekarno akan memberi belanja hidup saban bulan kepada Inggit selama
hidupnya. 2. Soekarno akan membelikan sebuah rumah di Bandung untuk
kediaman Inggit seumur hidupnya. Kedua syarat itu dibuat dimuka empat
serangkai dan ditanda tangani oleh empat serangkai masing-masing.
Aku kira syarat itu tidak berat dan masuk akal. Soalnya ialah siapa
yang akan mengawasi bahwa kedua syarat itu dilaksanakan oleh Soekarno
?". Shimizu adalah kepala pusat propaganda bala tentara Jepang ke 16
yang amat berkuasa untuk membagi-bagi rumah tinggalan Belanda. Oranye
Boulevard adalah jalan Diponegoro sekarang dan jalan Mampang adalah
jalan Tjikditiro sekarang. Empat serangkai adalah istilah kelompok para
pemimpin Indonesia dizaman Jepang yang dijuluki oleh Soekardjo
Wirjopranoto pimpinan surat kabar Asia Raya. Mereka adalah Soekarno,
Hatta, Kiayi Mas mansur dan Kihajar Dewantoro. Foto atas : Hari Ibu
tanggal 22 Desember 1947 bertempat dialun-alun Yogya. Tampak baris
depan, dari kiri kekanan Bu Dirman, Bu Fatmawati, Pak Dirman dan
Presiden Soekarno. Sedang berpidato Ibu SK Trimurti.
If you enjoyed this post and wish to be informed whenever a new post is published, then make sure you subscribe to my regular Email Updates. Subscribe Now!
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: